Skip ke Konten

Tren "Tepuk Sakinah": Inovasi Cerdas yang Bikin Edukasi Pranikah Menjadi Lebih Asyik

Oleh: Ahmad | Afiliasi: Magister Hukum Keluarga Islam | Email: ahmad@iainpare.ac.id
29 Oktober 2025 oleh
Tren "Tepuk Sakinah": Inovasi Cerdas yang Bikin Edukasi Pranikah Menjadi Lebih Asyik
Admin Pasca

Sebagai seseorang yang suka mengamati bagaimana budaya digital bertemu dengan nilai-nilai tradisional, saya harus bilang: "Tepuk Sakinah" ini adalah contoh brilian bagaimana Kementerian Agama (Kemenag) dan KUA berhasil "hack" algoritma media sosial untuk sebarkan pesan moral. Bayangkan, dulu edukasi pranikah sering terasa kaku seperti kuliah seputar etika rumah tangga yang panjang dan membosankan. Sekarang? Jadi yel-yel berirama ala cheerleader, lengkap dengan tepukan tangan yang bikin orang ikut bergoyang. Viral di TikTok dan Instagram, tren ini bukan cuma hiburan, tapi senjata ampuh untuk bikin generasi Z dan milenial ngeh tentang lima pilar keluarga sakinah, berpasangan, janji kokoh (mitsaqan ghaliza), saling berbuat baik (mu'asyarah bil ma'ruf), plus elemen mawaddah dan rahmah lainnya. Saya suka konsepnya: edukasi yang nggak cuma didengar, tapi dirasakan lewat ritme dan gerakan. Ini seperti versi Islami dari "Baby Shark" untuk orang dewasa yang mau nikah!

Yang bikin saya tambah respect adalah adaptasinya. Dimulai dari KUA Menteng Jakarta, lalu nyebar ke seluruh negeri, bahkan jadi "tradisi baru" di akad nikah. Video-video di medsos nunjukin pasangan pengantin yang awalnya awkward, tapi akhirnya ketawa-tawa sambil tepuk-tepuk. Respons masyarakat? Campur aduk awalnya, ada yang bilang "cringe" atau kuno, tapi sekarang malah dipuji sebagai inovasi yang relatable. Saya setuju sama kritik itu, tapi justru itulah kekuatannya: di era konten cepat seperti TikTok, sesuatu yang "kuno" bisa jadi fresh kalau dibungkus fun. Ini bukti bahwa Kemenag paham banget generasi muda , tidak hanya pakai ceramah panjang, tapi lewat konten viral yang bisa di-share dan di-remix. Hasilnya? Pesan tentang harmoni keluarga tidak hanya cuma diinget, tapi diinternalisasi lewat pengalaman interaktif.

Tapi, kalau saya boleh kasih catatan kecil: tren ini jangan sampai jadi "gimmick" semata. Edukasi pranikah harusnya lebih dalam dari sekadar yel-yel—mungkin KUA bisa tambahin follow-up seperti workshop atau app interaktif. Kalau tidak, risiko kehilangan momentumnya besar. Secara keseluruhan, saya pro. "Tepuk Sakinah" ini strategi pintar yang menunjukkan Indonesia bisa blending tradisi agama dengan budaya pop tanpa kehilangan esensi. Untuk calon pengantin, ayo coba deh ikutan-siapa tau, tepukan itu jadi awal dari rumah tangga yang tidak cuma sakinah, tapi juga penuh kelembutan.

di dalam Opini