Skip ke Konten

Trump 2.0: Fed Baru, Rate Nol, Crypto ke Bulan – Selamat Datang Era ‘Easy Money’ yang Berbahaya

Oleh: Muhammad Said | Afiliasi: Magister Ekonomi Syariah | email: muhammadsaid@iainpare.ac.id
29 Oktober 2025 oleh
Trump 2.0: Fed Baru, Rate Nol, Crypto ke Bulan – Selamat Datang Era ‘Easy Money’ yang Berbahaya
Admin Pasca

Donald Trump kembali ke Gedung Putih dengan janji besar: mengganti Jerome Powell sebagai Ketua Federal Reserve pada akhir 2025. Dalam wawancara eksklusif dengan Bloomberg Businessweek (22 Oktober 2025), Trump tegas menyatakan: “I don’t see it... I don’t imagine I’ll be asking him to stay on.” Penggantian ini bukan sekadar pergantian nama, tapi sinyal era baru kebijakan moneter lebih longgar, lebih pro-pasar, dan sangat dekat dengan kehendak politik.

Apa artinya bagi dunia? Suku bunga rendah, saham naik, crypto meledak tapi juga inflasi yang mengintai. Ini adalah Trump 2.0: Easy Money Edition. Trump menilai Powell terlambat menurunkan suku bunga dan terlalu politis. Padahal, pasar saham yang Trump anggap sebagai “rapor kinerja” sedang menunggu stimulus moneter besar-besaran.

“Saya ingin seseorang yang mengerti hubungan antara pasar saham dan kebijakan moneter,” kata Trump.

Kandidat potensial seperti Kevin Warsh (mantan Gubernur Fed, investor crypto), Judy Shelton (pendukung standar emas), atau Arthur Laffer (bapak supply-side economics) menjanjikan pendekatan dovish ekstrem siap memotong suku bunga lebih cepat dari jadwal.

Jika Federal Reserve yang baru mengikuti visi Trump dengan menurunkan suku bunga 2–3 kali pada 2026 sebesar 25–50 basis poin, perekonomian AS diperkirakan tumbuh 2,5–3% berkat peningkatan konsumsi dan investasi domestik. Pelemahan dolar sebesar 5–8% akan menguntungkan eksportir AS, namun di sisi lain memicu tekanan inflasi impor, terutama akibat tarif tinggi hingga 100% terhadap produk China. Kondisi ini menciptakan dinamika ganda: di satu sisi mendukung pertumbuhan jangka pendek, tetapi di sisi lain menimbulkan risiko kenaikan inflasi di atas 4%, yang dapat menjebak ekonomi AS dalam situasi stagflasi jika kebijakan moneter longgar tidak segera disesuaikan.

Pasar saham menyambut sinyal dovish The Fed dengan euforia, mendorong proyeksi S&P 500 menuju level 6.500–7.000 dalam enam bulan pasca-transisi pada Mei 2026, sementara Nasdaq berpotensi melonjak 20–30% berkat dorongan sektor teknologi dan AI yang haus modal murah. Namun, di balik optimisme ini, sejarah memperingatkan bahwa kebijakan moneter terlalu longgar pernah memicu gelembung dot-com pada 2000 dan krisis subprime 2008. 

 Sisi lain, kondisi ini bisa menjadi pesta terbesar bagi aset kripto, dengan Bitcoin diperkirakan menembus $150.000–$200.000 dan aliran dana senilai $1–2 triliun berpindah dari obligasi ke pasar crypto, apalagi jika kandidat pro-crypto seperti Kevin Warsh atau Judy Shelton memimpin The Fed dan mendorong pelonggaran regulasi serta dukungan terhadap stablecoin.

Penggantian Ketua Fed baru oleh Trump bukan sekadar drama politik ini adalah pilihan antara pertumbuhan cepat atau stabilitas jangka panjang. Era ‘easy money’ kembali dengan saham yang melonjak, crypto yang melesat, dan dolar yang melemah. Tapi di balik kilauan itu, inflasi, bubble, dan erosi independensi bank sentral mengintai seperti tamu tak diundang.


di dalam Opini