Hadiri Mukernas ADHKI, Rusdaya Bahas Integrasi antara Maslahah dan Prinsip Sosio-Legal dalam Pembatasan Usia Pernikahan di Indonesia
Ketua Program Studi Hukum Keluarga Islam (HKI) Pascasarjana IAIN Parepare, Dr. Hj. Rusdaya Basri, M.Ag. turut hadir dalam kegiatan Musyawarah Kerja Nasional VI dan The 4th International Conference on Islamic Family Law (4th ICoIFL of ADHKI 2024) dan The Second Sharia International Conference (The 2nd SINCe 2024) dengan tema “The Strategic Role Of Islamic Family Law In Responding Contemporary Humanitarian Issues”. Acara ini digelar di Hotel Sintesa Peninsula, Manado, selama 3 hari, Selasa-Kamis (02-04/07/2024).
Saat mengikuti Panel session Rusdaya mempresentasikan hasil penelitiannya yang berjudul “Integration between Maslahah and Socio-Legal Principles in Restricting Marriage Age in Indonesia”. Dalam presentasinya beliau membahas mengenai Integrasi antara Maslahah dan Prinsip Sosio-Legal dalam Pembatasan Usia Pernikahan di Indonesia. Dimana Perkawinan anak menjadi isu krusial yang membutuhkan penanganan hukum yang serius. Dilihat dari fakta yang terjadi di Indonesia yang menempati urutan ke empat terbesar di dunia dengan estimasi jumlah perkawinan anak mencapai 25,53 juta jiwa. Jumlah tersebut menempatkan Indonesia sebagai negara yang memiliki kasus perkawinan anak terbesar di kawasan ASEAN.
Menurutnya dalam menghadapi hal tersebut perlu ada penanganan hukum secara serius. Karena perkawinan anak dianggap sebagai pelanggaran hak asasi manusia yang seharusnya diberikan kesempatan untuk berkembang, bermain, belajar, dan hidup bebas dari perlakuan yang merugikan.
Dalam menyajikan hasil penelitiannya, Rusdaya juga memaparkan dan mengkaji hukum tentang batasan umur perkawinan dilihat dari ruang lingkup tujuan syariat yaitu ḥifẓ al-dīn (menjaga agama), ḥifẓ al-nafs (menjaga jiwa), ḥifẓ al-‘aql (menjaga akal), ḥifẓ alnasl (menjaga keturunan) dan ḥifẓ al-māl (menjaga harta)
Lebih lanjut Rusdaya memaparkan adanya batasan usia perkawinan sebagai kebijakan hukum seharusnya dipandang sebagai suatu yang tidak bersifat mutlak. Oleh karena itu, pelaksanaan batasan usia pernikahan perlu untuk dievaluasi kembali. Rusdaya merekomendasikan penghapusan batasan usia pernikahan dengan alasan sebagai berikut:
a. Batasan usia pernikahan tidak terbukti efektif dalam mengurangi pernikahan dini di Indonesia
b. Batasan usia perkawinan menimbulkan permasalahan yang lebih besar terkait dengan aspek agama dan sosial budaya; dan
c. Saat ini, kondisi yang ada menunjukkan bahwa faktor utama terjadinya pernikahan dini adalah permasalahan ekonomi keluarga dan kurangnya sosialisasi yang memadai, sedangkan batasan usia menikah tidak mampu menyelesaikan permasalahan tersebut.
"Pada dasarnya, kesiapan menikah dapat dinilai dari perspektif individu yang bersangkutan serta orang tua mereka. Diakhir presentasinya menekankan memprioritaskan peran orang tua dalam upaya meminimalisir pernikahan dini" Jelas Rusdaya.