تخطي للذهاب إلى المحتوى

Simposium Pascasarjana IAIN Parepare Bahas Hukum Islam sebagai Fondasi Ekoteologi dan Fiqih Lingkungan

15 نوفمبر 2025 بواسطة
Simposium Pascasarjana IAIN Parepare Bahas Hukum Islam sebagai Fondasi Ekoteologi dan Fiqih Lingkungan
Admin Pasca

Parepare, 15 November 2025 – Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Parepare menggelar Simposium Lecturer Series I bertajuk "Hukum Islam sebagai Fondasi Ekoteologi dan Fiqih Lingkungan" secara daring melalui Zoom Meeting dan live streaming YouTube Pascasarjana IAIN Parepare. Acara yang digelar pada Sabtu malam (15/11) itu dihadiri puluhan mahasiswa dan dosen, meski jumlah peserta lebih sedikit dari kegiatan sebelumnya akibat kesibukan peserta.

Simposium dibuka oleh Wakil Direktur Pascasarjana IAIN Parepare, Dr. Agus Mushin M.Ag., yang menekankan pentingnya diskusi akademik kritis untuk menghasilkan rekomendasi atau buku. "Kegiatan ini berawal dari diskusi sederhana dengan Forum Mahasiswa Pascasarjana. Kami targetkan 10 profesor dan dosen untuk berbagi ilmu, dengan seri pertama ini," ujar Dr. Agus Mushin, yang juga mengapresiasi kontribusi mahasiswa dalam penerbitan jurnal.

Narasumber utama, Rektor IAIN Parepare Prof. Dr. Hannani Labir M.Ag., menyampaikan pemaparan mendalam selama sekitar satu jam. Lahir pada 18 Mei 1972 di Kabupaten Pangkep, Sulawesi Selatan, Prof. Hannani dikenal sebagai dosen dan kyai yang tegar, loyal, serta visioner. Motto hidupnya, "Membahagiakan orang lain adalah bagian dari kebahagiaan kita" (berdasarkan kutipan Arab: Idkhal al-surur fi qulubil mu'minin), mencerminkan komitmennya terhadap kemanusiaan. Dengan rekam jejak akademik solid—lebih dari 520 kutipan di Google Scholar—beberapa publikasi teratasnya meliputi The Contestation between Conservative and Moderate Muslims in Promoting Islamic Moderatism in Indonesia (2022, 59 kutipan), Developing the Indonesian Student's Personality through Recognizing Local Culture and Literature: A Brief Study of Bugis Pappaseng (2022, 30 kutipan), dan Zakat for Mama Biang in Maluku, Indonesia: Ulama Opinion on Fisabilillah in the Perspective of Islamic Legal Anthropology (2023, 28 kutipan).

Dalam pemaparannya, Prof. Hannani menyoroti urgensi ekoteologi Islam di tengah krisis lingkungan global. Ia menyajikan data mengejutkan: sejak 2000, dunia kehilangan 517 juta hektare hutan, dan pada 2024 saja mencapai 29 juta hektare, menyebabkan kenaikan suhu global 1,55 derajat Celsius—tahun terpanas sepanjang sejarah menurut World Meteorological Organization (WMO). Dampaknya meliputi pencairan es di Antartika (266 miliar ton per tahun), kenaikan permukaan air laut 3 mm per tahun, dan proyeksi 250.000 kematian tahunan akibat perubahan iklim pada 2030-2050 (data WHO). "Kerusakan lingkungan ini seperti lingkaran setan; sulit diselesaikan karena saling terkait," katanya, sambil menyebut contoh lokal seperti hilangnya burung walet di Parepare akibat pemanasan ekstrem.

Dari perspektif Islam, Prof. Hannani menekankan bahwa alam adalah "saudara kandung" manusia sebagai ciptaan Tuhan yang bertasbih (QS. Al-Isra: 44). Manusia berperan sebagai khalifah (QS. Al-Baqarah: 30) yang bertanggung jawab menjaga amanah alam, bukan menguasainya. Ia menguraikan etika Islam seperti la darara wa la dirar (tidak boleh menimbulkan mudarat), menanam pohon sebagai sedekah jariyah (HR. Muslim), dan kasih sayang terhadap hewan (HR. Bukhari-Muslim). Dalam maqasid syariah, pelestarian lingkungan mendukung hifzh al-din (agama), hifzh al-nafs (jiwa), hifzh al-'aql (akal), hifzh al-nasl (keturunan), dan hifzh al-mal (harta).

Diskusi sesi Q&A menjadi sorotan, dengan pertanyaan dari peserta seperti Ibu Utari yang menyoroti pola makan alami dan peran generasi Z/Alpha dalam "back to nature", serta Pak Andi yang membahas hubungan pelestarian lingkungan dengan hak asasi manusia dan pemeliharaan burung. Prof. Hannani merespons bahwa Islam mendorong pemanfaatan alam secara bertanggung jawab untuk kemaslahatan, sambil mengkritik "wahabi lingkungan" yang menolak eksploitasi total. "Alam diciptakan untuk manusia, tapi dikelola bijaksana agar tidak merusak generasi mendatang," tegasnya.

Acara dimoderatori Muhammad Ahsan berlangsung lancar meski ada kendala jaringan, dan ditutup dengan apresiasi Prof. Hannani terhadap inisiatif mahasiswa. Seri selanjutnya akan melibatkan profesor lain, dengan target menghasilkan buku kompilasi. Dr. Agus Mushin menambahkan, "Diskusi ini harus istiqamah, karena tradisi lokal seperti akikah dengan menanam 40 tunas kelapa bisa jadi solusi ekoteologi jika dilestarikan."

Simposium ini sejalan dengan program prioritas Kementerian Agama terkait ekoteologi, menegaskan peran institusi keagamaan dalam mitigasi krisis iklim. Peserta diharapkan menerapkan ilmu ini dalam kehidupan sehari-hari, seperti gerakan wakaf hijau, ekopesantren, dan kampung iklim syariah yang telah berkembang di Indonesia.

في Berita
Simposium Pascasarjana IAIN Parepare Bahas Hukum Islam sebagai Fondasi Ekoteologi dan Fiqih Lingkungan
Admin Pasca 15 نوفمبر 2025
شارك هذا المنشور
الأرشيف