Skip to Content

Mengganti Kalender, Memperbarui Niat Keilmuan

Oleh: Dr. Ahdar, M.Pd.I | Ketua Prodi S2 Pendidikan Agama Islam
December 28, 2025 by
Mengganti Kalender, Memperbarui Niat Keilmuan
Admin Pasca

Pergantian tahun selalu hadir dengan cara yang sederhana: angka pada kalender berubah. Namun bagi dunia akademik, perubahan waktu seharusnya tidak berhenti pada pergantian angka semata. Tahun baru Masehi idealnya menjadi momentum refleksi, sebuah jeda untuk bertanya lebih jujur: apakah yang berubah hanya kalender, atau juga cara kita memaknai ilmu dan peran kita sebagai akademisi?

Di ruang-ruang kampus, tahun baru sering berlalu nyaris tanpa makna. Aktivitas akademik kembali berjalan seperti biasa. Jadwal kuliah tetap padat, rapat demi rapat kembali digelar, dan target-target lama diperpanjang. Rutinitas seolah tidak memberi ruang untuk berhenti sejenak dan bercermin. Padahal, ilmu pengetahuan tidak tumbuh dari kebiasaan yang statis, melainkan dari kesadaran untuk terus memperbarui niat dan cara berpikir.

Dalam tradisi keilmuan, terutama yang berakar pada nilai-nilai Islam, niat menempati posisi yang sangat penting. Niat bukan sekadar ucapan batin, melainkan arah dan tujuan dari setiap ikhtiar. Ilmu pun demikian. Ilmu tidak sekadar soal gelar, jabatan akademik, atau kewajiban administratif. Ia adalah amanah keilmuan—yang kelak dipertanggungjawabkan, bukan hanya kepada institusi, tetapi juga kepada masyarakat dan nilai-nilai moral yang diyakini.

Sayangnya, tidak sedikit akademisi yang tanpa sadar terjebak dalam rutinitas mekanis. Mengajar sekadar memenuhi jam wajib, meneliti demi angka kredit, menulis karena tuntutan laporan kinerja. Kampus menjadi sibuk, tetapi belum tentu hidup secara intelektual. Aktivitas tampak padat, namun diskursus ilmiah terasa dangkal. Di sinilah persoalannya: kesibukan tidak selalu berbanding lurus dengan kedalaman keilmuan.

Tahun baru seharusnya menjadi momen muhasabah akademik. Bukan hanya menghitung capaian, tetapi juga menimbang arah. Untuk apa ilmu ini kita jalani? Apakah kehadiran kita di kampus benar-benar memberi makna bagi mahasiswa? Apakah riset dan tulisan kita menyentuh persoalan nyata masyarakat? Ataukah kita sekadar larut dalam sistem yang berjalan otomatis, tanpa kesadaran nilai?

Mengganti kalender idealnya diiringi dengan memperbarui niat keilmuan. Niat untuk mengajar dengan kesungguhan, bukan sekadar menyampaikan materi. Niat untuk meneliti sebagai upaya mencari kebenaran dan solusi, bukan hanya memenuhi kewajiban administratif. Niat untuk menulis sebagai bentuk tanggung jawab intelektual, bukan sekadar menambah daftar publikasi.

Bagi institusi pendidikan tinggi, pembaruan niat keilmuan para akademisinya merupakan fondasi utama kemajuan kampus. Kampus tidak akan berkembang hanya dengan kebijakan, regulasi, atau pembangunan fisik. Ia tumbuh melalui etos ilmiah yang hidup: budaya membaca, berdiskusi, meneliti, dan berpikir kritis. Kampus yang besar bukan hanya ditandai oleh gedung megah, melainkan oleh manusia-manusia akademik yang terus belajar dan bertumbuh.

Namun refleksi ini tidak boleh berhenti pada kritik terhadap sistem atau pimpinan kampus semata. Akademisi juga perlu bercermin secara personal. Terlalu sering kita menuntut perubahan institusi, tetapi enggan mengubah diri sendiri. Padahal, perubahan besar hampir selalu berawal dari komitmen individual. Dari keberanian keluar dari zona nyaman, dari kesediaan belajar hal baru, dan dari kerendahan hati untuk mengakui keterbatasan diri.

Tahun baru mengingatkan bahwa waktu tidak pernah menunggu. Setiap tahun yang berlalu tanpa pembaruan niat adalah kesempatan yang terlewat. Akademisi yang berhenti bertumbuh secara intelektual sejatinya sedang mengalami kemunduran, meskipun tampak sibuk dan produktif secara administratif. Kesibukan tanpa refleksi hanya akan melahirkan kelelahan, bukan kemajuan.

Karena itu, awal tahun semestinya menjadi titik tolak untuk menyusun resolusi akademik yang jujur dan realistis. Tidak harus besar dan bombastis. Bisa dimulai dari langkah-langkah sederhana: membaca lebih serius, menulis lebih jujur, meneliti dengan lebih bermakna, dan membimbing mahasiswa dengan lebih empatik. Kelas tidak lagi sekadar ruang ceramah, tetapi ruang dialog yang menghidupkan nalar dan karakter.

Pada akhirnya, mengganti kalender hanyalah peristiwa waktu, sedangkan memperbarui niat keilmuan adalah peristiwa kesadaran. Jika kesadaran itu tumbuh, kampus tidak lagi sekadar tempat bekerja, tetapi ruang pengabdian. Ilmu tidak hanya menjadi profesi, melainkan jalan nilai. Dan akademisi tidak sekadar menjadi pengajar, tetapi penjaga martabat ilmu itu sendiri.

Semoga tahun yang baru tidak hanya menambah usia dan aktivitas, tetapi juga menambah kejernihan niat, kedalaman berpikir, dan keberanian berkontribusi—bagi diri kita, bagi kampus, dan bagi masa depan keilmuan.

Mengganti Kalender, Memperbarui Niat Keilmuan
Admin Pasca December 28, 2025
Share this post
Archive